kata tersusun makna terangkum asa tertuntun

Senin, 07 September 2009

allah-ku


“ Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang  Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”[i]
Puncak dari kenikmatan puasa bulan ramadhan dan puasa diluar bulan ramadhan adalah kedekatan seorang muslim kepada Allah swt, merasakan kehadiran dan perbuatan Allah dalam prilaku seseorang, sehingga apapun yang dikerjakan adalah manifestasi dari pebuatan Allah, apaun yang dikerjakan  adalah wujud dari terkabulnya panjatan do’a, jauh dari perasangka buruk tidak terkabulnya do’a yang dipanjatkan, jauh dari perasangka bahwa Allah menganiaya dirinya, dari dibiarkan dirinya bahwa ibadah yang dilakukan tidak berpengaruh bagi kehidupan dirinya. Dengan kalimat sederhana bahwa puncak kenikmatan puasa adalah seorang muslim menemukan cinta sejati kepada Allah swt, segala perbuatan dan keadaan yang ada pada dirinya adalah wujud cinta Allah kepadanya dan wujud cintanya kepada Allah swt, karena dengan cinta segala sesuatu yang ada adalah keindahan dan kenikmatan. Kemiskinan, penderitaan adalah taman indah penuh dengan semerbak bunga dan kicauan burung yang menyejukkan,  gunjingan dan cibiran adalah gemericik air dan firman Allah di taman yang membuat damai hatinya.
Apalagi yang dicari, banyaknya harta? Kemewahan hidup? Melimpahnya uang dan anak? Tingginya jabatan dan martabat? Penghormatan dan ketundukan dari manusia? Atau apalagi yang masih tersisa di dunia ini kalau semua itu bagi seorang muslim telah diberikan oleh Allah kepada dirinya dalam bentuk yang diyakininya lebih dari yang pernah dibayangkan oleh siapapun didunia ini.
Maka mencari dan menggali kembali bongkahan puasa yang terhampar dihadapannya adalah keniscayaan yang mesti dilakukan oleh seorang muslim. Kalau merujuk dari pemahaman puasa diawal ayat puasa adalah menata kembali batu-batu ubudiyah yang akan digunakan untuk membangun gedung akidah yang kokoh dan megah. Menata satu persatu batu-batu ubudiyah itu tanpa henti dan penuh kedisiplinan dengan tujuan luhur karena dia tahu akan mendapatkan gedung yang kokoh dan megah,  pasir-pasir silaturahmi di intensifkan, bersilaturahmi kepada para ulama, keluarga kepada tetangga yang akan membuka mata hatinya betapa lemah dan hina dirinya dihadapan Allah swt dan betapa keagungan Allah telah dilimpahkan kepadanya, sedangkan puasa adalah semen yang akan merekatkan batu dan pasir itu menjadi bangunan yang telah direncanakan dan memperindah sehingga menjadi bangunan yang tidak bosan untuk ditempati dan dinikmati.


[i] Terjemahan disadur dari Tarjamah Tafsir Ibnu Kasir Juz 2 hlm. 180

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda