allah-ku
“ Apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia
berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah) Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”[i]
Puncak dari kenikmatan puasa
bulan ramadhan dan puasa diluar bulan ramadhan adalah kedekatan seorang muslim
kepada Allah swt, merasakan kehadiran dan perbuatan Allah dalam prilaku
seseorang, sehingga apapun yang dikerjakan adalah manifestasi dari pebuatan Allah,
apaun yang dikerjakan adalah wujud dari
terkabulnya panjatan do’a, jauh dari perasangka buruk tidak terkabulnya do’a
yang dipanjatkan, jauh dari perasangka bahwa Allah menganiaya dirinya, dari
dibiarkan dirinya bahwa ibadah yang dilakukan tidak berpengaruh bagi kehidupan
dirinya. Dengan kalimat sederhana bahwa puncak kenikmatan puasa adalah seorang
muslim menemukan cinta sejati kepada Allah swt, segala perbuatan dan keadaan
yang ada pada dirinya adalah wujud cinta Allah kepadanya dan wujud cintanya
kepada Allah swt, karena dengan cinta segala sesuatu yang ada adalah keindahan
dan kenikmatan. Kemiskinan, penderitaan adalah taman indah penuh dengan
semerbak bunga dan kicauan burung yang menyejukkan, gunjingan dan cibiran adalah gemericik air dan
firman Allah di taman yang membuat damai hatinya.
Apalagi yang dicari, banyaknya
harta? Kemewahan hidup? Melimpahnya uang dan anak? Tingginya jabatan dan
martabat? Penghormatan dan ketundukan dari manusia? Atau apalagi yang masih
tersisa di dunia ini kalau semua itu bagi seorang muslim telah diberikan oleh Allah
kepada dirinya dalam bentuk yang diyakininya lebih dari yang pernah dibayangkan
oleh siapapun didunia ini.
Maka mencari dan menggali kembali
bongkahan puasa yang terhampar dihadapannya adalah keniscayaan yang mesti
dilakukan oleh seorang muslim. Kalau merujuk dari pemahaman puasa diawal ayat
puasa adalah menata kembali batu-batu ubudiyah yang akan digunakan untuk
membangun gedung akidah yang kokoh dan megah. Menata satu persatu batu-batu
ubudiyah itu tanpa henti dan penuh kedisiplinan dengan tujuan luhur karena dia
tahu akan mendapatkan gedung yang kokoh dan megah, pasir-pasir silaturahmi di intensifkan,
bersilaturahmi kepada para ulama, keluarga kepada tetangga yang akan membuka
mata hatinya betapa lemah dan hina dirinya dihadapan Allah swt dan betapa
keagungan Allah telah dilimpahkan kepadanya, sedangkan puasa adalah semen yang
akan merekatkan batu dan pasir itu menjadi bangunan yang telah direncanakan dan
memperindah sehingga menjadi bangunan yang tidak bosan untuk ditempati dan
dinikmati.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda